histats completely free histats no spyware histats realtime stats

Tutur Persiapan Menuju Akhirat




"Anda mengharapkan keselamatan tetapi tidak menempuh jalannya. Sesungguhnya perahu itu tidak berlayar di daratan"

Ibnu Hajar al-‘Asqalani





TUTUR
PERSIAPAN MENUJU AKHIRAT



Penerjemah
Abu Ridha



AIN PUBLISHING
Perpustakaan Nasional; Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Al-‘Asqalani, Ibnu Hajar
Tutur Persiapan Menuju Akhirat/Ibnu Hajar al-‘Asqalani: Abu Ridha;
Penyunting: Tarwiyah. Cet. 1—Jakarta: Ain Publishing, 2010.
XX + 184 hlm. : 13x20.5cm
ISBN : 978-602-96304-1-1

Judul Asli:
Al-Isti’dad li Yaumi al-Ma’ad

Penulis: Ibnu Hajar al-‘Asqalani
Penerbit: Maktabah Al-Ma’arif
Beirut. 1980
Edisi Indonesia:

TUTUR
PERSIAPAN MENUJU AKHIRAT


Penerjemah                           : Abu Ridha
Penyunting                           : Tarwiyah
Pewajah Sampul
Dan Penata Letak : 54 Production
Cetakan                                  : Pertama, Juli 2010
Penerbit                 : Ain Publishing
                                                   Jl. Pemancingan No. 9 RT 07/05
                                                   Srengseng Kembangan Jakarta Barat
Email                                     : ain.publishing@yahoo.com
Facebook                               : www.facebook.com/ain.publishing           


PEDOMAN TRANSLITERASI

                    ء     ~     ب     B     ت      t      ث     ts       ج        j
           ح     h     خ     kh     د      d      ذ      dz      ر        r
           ز     z     س      s     ش     sy   ص     sh    ض     dh
             ط    th    ظ      zh    ع       ‘     غ      gh     ف      f
           ق     q     ك      K     ل       l     م       m      ن      n
           و     w     ه       H     ي      y





a = a panjang
i =  i panjang
u = u panjang






DAFTAR ISI

Pengantar Penerjemah ___ vii
Pengantar Penerbit Edisi Bahasa Arab ___xxiii

1.      Al-Tsuna’i ___1
2.      Al-Tsulatsi ___16
3.      Al-Ruba’i ___54
4.      Al-Khumasi ___82
5.      Al-Sudasi ___104
6.      Al-Suba’i ___ 119
7.      Al-Tsumani ___130
8.      Al-Tusa’i ___135
9.      Al-‘Usyari ___149




















Segala puji bagi Allah yang telah melapangkan hati yang sempit, melembutkan hati yang keras, menerangi jiwa yang gelap, mencerahkan fikiran yang jumud, memberi kekuatan raga untuk menanggung beban, meluaskan jalinan kasih sayang, dan menganugerahkan segala keni'matan dalam kehidupan yang tak terhingga banyaknya. Salam dan shalawat semoga senantiasa tercurah atas Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kaum keluarganya, para sahabatnya dan pengkutnya hingga akhir zaman. Semoga kita termasuk orang-orang yang berada di dalam barisannya.

Sungguh besar rasa syukur penerjemah kepada Yang Maha Rahim, di tengah kesibukan tugas sehari-hari, Ia dengan segala kemurahan-Nya dan dengan kasih sayang-Nya telah memberi peluang, kesempatan, dan kekuatan untuk menyelesaikan terjemahan kitab yang sangat berharga ini. Kitab yang judul aslinya Munabbihat 'ala al-Isti'dad li Yaumi al-ma'ad, disusun oleh Ibnu Hajar al-'Asqalani, ulama yang kredibilitas keilmuannyadiakui sepanjang masa; yang karya-karyanya telah menjadi rujukan utama para peneliti dan pengkaji ilmu-ilmu keislaman di seluruh dunia dan di sepanjang masa.

Nama lengkap ulama yang karya-karyanya sangat berharga dan telah menghiasi lembaran sejarah keilmuan kaum muslimin ini ialah Syihabuddin Abu Fadl Ahmad bin Nuruddin Ali bin Muhammad bin Hajar al-Kinani al'Asqalani. Lahir di kota kairo pada tanggal 22 Syaban 773 Hijriah/18 Pebruari 1372 Masehi dan meninggal dunia 28 Zulhijjah 852 Hijriah/22 Februari 1449 Masehi. Ayahnya, Nuruddin Ali (w. 777H / 1375M) dikenal sebagai seorang ulama besar yang menjadi mufti. Selain itu ia dikenal pula sebagai penulis sajak-sajak keagamaan. Ibunya seorang wanita kaya yang bergerak dalam dunia perniagaan. Akan halnya julukan 'Asqalani yang menempel di belakang namanya hanyalah merupakan bagian dari tradisi keluarga-keluarga muslim ketika itu yang menyebar kemana-mana Ibnu Hajar ditinggal ayahnya sejak kecil, tepatnya ketika usianya baru menginjak 5 tahun. Sejak itu kemudian ia diasuh dan dibimbing oleh Zakiuddin Abu bakar.

Dalam asuhan Zakiuddin Abu bakar, seorang saudagar kaya yang telah ditunjuk ayahnya sebagai pembibing utamanya, ia mampu menghapal Al Qur'an pada usia 9 tahun. Di sekolahnya, ia dikenal sebagai murid yang cerdas dan cinta ilmu. Ia juga dikenal sebagai murid yang selalu haus akan ilmu. Oleh karena itu, sejak umur belasan tahun ia telah melanglang buana untuk menimba berbagai disiplin ilmu dari beberapa ulama besar pada masanya. Dalam usia 23 tahun ia telah mengunjungi Hijaz, Yaman, Palestina, dan Suriah yang ketika itu dikenal sebagai negeri-negeri pusat ilmu pengetahuan. Di negeri-negeri itulah terdapat ulama-ulama besar dalam berbagai disiplin ilmu.

Walaupun dalam khazanah ilmu pengetahuan Islam Ibnu Hajar al-'Asqalani sangat dikenal sebagai ulama yang ahli dalam disiplin ilmu hadits, tetapi ia juga menguasai berbagai ilmu lainnya. Ia menguasai pula imu fiqih, sejarah, dan syair. Maka selain disebut muhaddits ia juga dikenal sebagai faqih, mu'arrikh (sejarawan) dan penyair muslim Mesir yang sangat terkenal. Dia meninggalkan karya penulisan sebanyak 150 jilid buku, di antaranya berjudulLisaanu al-Mizan, biografi tentang orang-orang yang mempunyai hubungan dengan hadits dan Al-Ishabah Fi Tamyiizi al-shahabah, buku biografi orang-orang yang berada di sekitar Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, danTahdzib al-Tahdzib.

Salah seorang muridnya, Syaikh Ibnu Taghri Burdi mengatakan Ibnu Hajar seorang ulama yang memili dedikasi tinggi, berwibawa, bersahaja, cerdas, bijaksana, dan pandai bergaul. Muridnya yang lain, Syaikh Al Biqa'i juga mengatakan bahwa Ibnu Hajar adalah orang yang memiliki pemahaman dan hafalan yang luar biasa, sehingga memungkinkan untuk mencapai derajat kasyaf, yang dapat menyingkap sesuatu yang tersembunyi. Ia juga memiliki kesabaran yang kokoh, semangat yang tinggi, dan hati yang istiqamah. Najmuddin bin Fahd, seorang ahli hadits negeri Hijaz mengatakan, "Ibnu Hajar adalah muhaqqiq yang handal, pintar, fasih, berakhlaq mulia, dan teguh dalam melaksanakan perintah agama.

Atas dasar kesungguhannya dalam melakukan perjalanan ke berbaai penjuru untuk mencari ilmu menyebabkan Ibnu Hajar banyak bertemu dengan para ulama terkemuka. Mereka adalah ulama-ulama besar yang dengan penuh keikhlasan memberikan pelajaran dan metransformasikan pengetahuan kepadanya. Antara lain adalah, Imam Balqini yang karya-karyanya cukup banyak, Saikh al-'Iraqi yang sangat menguasai ilmu hadits, Haitsami yang banyak hafal matan hadits, Fairuzabadi yang terkenal ahli bahasa dan penulis kamus bahasa Arab yang masyhur, Ghamari yang menguasai bahasa Arah, Muhib bin Hisyam dan 'Izz bin Jama'ah yang keduanya banyak menguasai berbagai disiplin ilmu, Selain itu Ibnu Hajar juga pernah berguru kepada Tanukhi, ulama yang terkenal dengan pengetahuan akan qira'at beserta sanad-sanadnya.

Ketekunannya dalam belajar dapat dilihat pada kesungguhannya dalam mencatat pelajaran-pelajaran yang diperoleh dari guru-gurunya yang banyak itu. Catatan-catatannya kemudian disusun sedemikian rupa dan selanjutnya dihimpun dalam kitabnya Al Mujamma 'Al Muassas li Al Mu'jam Al Mufahras dan al- Maqashid al-'Aliyat fi Firis al-Marwiyat.

Atas ketekunan, kecerdasan, dan semangatnya yang tinggi dalam menuntut ilmu itulah menyebabkan dirinya memiliki hafalan yang sangat kuat, pemahaman yang baik, dan wawasan yang luas, serta mengantarkan dirinya sebagai al-Hafidz yang menyebabkan dirinya sangat mudah untuk menguasai berbagai disiplin ilmu yang telah diajarkan oleh ulama-ulama besar di zamannya.

Selain dikenal sebagai sebagai ahli hadits Ibnu Hajar adalah seorang ahli bahasa, nahwu (gramatika bahasa Arah), dan sastra. Beliau sangat menguasai ilmu nahwu dan memiliki kemampuan untuk memecahkan persoalan gramatika dengan mengambil syahid (contoh) dari al-Qur'an dan al-Hadits untuk menguatkannya. Bahkan terkadang beliau melakukan kritik terhadap ulama nahwu. Akibatnya, banyak ulama nahwu yang mengagumi penguasaannya dalam ilmu yang satu ini sehingga mereka memberi gelar Malik. Maksudnya ialah seperti Ibnu Malik, penulis kitab Alfiyah yang sangat terkenal itu.

Ia juga seorang muarrikh (ahli sejarah), Beliau sangat senang mengkaji sejarah, peristiwa, dan kehidupan perawi dengan teliti, obyektif dan pikiran yang cerdas. Selain itu ia juga dikenal sebagai seorang Mufassir (ahli tafsir). Beliau menghafal dan memahami Al-Qur'an, mengetahui qira'at (bacaan) Al-Qur'an, kemudian mendalami ilmu-ilmu Al-Qur'an.

Di bagian lain Ibnu hajar dikenal pula sebagai seorang Faqih. Dalam persoalan metode fiqih Ibnu Hajar dikenal sebagai salah seorang pelopor metode penggabungan antara fiqih dan hadits. Bahkan sebagian peneliti penggabungan ini dipandang sebagai metode khasnya, yaitu menggabungkan antara fiqih dan hadits sekaligus dalam menyuguhkan hukum-hukum fiqih. Kedua ilmu ini sangat jarang dikuasai oleh satu orang sekaligus. Hal itu dapat dilakukan oleh Ibnu Hajar karena ia memiliki kemampuan yang luar biasa dalam melakukan istinbath (mengeluarkan makna-makna) dari nash (baik dari Al-Qur'an ataupun dari al-Hadits), atau kemampuannya dalam menggabungkan beberapa pendapat, sehingga dengan kemampuan itu beliau termasuk Muhaddits al fuqaha dan faqih Al Muhadditsin pada masanya. Dalam bidang fiqih ia dikenal sebagai penganuk madzhab Syafi'i.

Sebagai seorang muhaddits Ibnu Hajar menguasai seluk-beluk ilmu hadits yang memastikan dirinya menjadi seorang ulama ilmu hadits dan sekaligus sebagai penghafal hadits. Ketekunannya dalam mempelajari ilmu hadis telah mengantarkannya pada penguasaan dalam bidang ini sehingga membuat dirinya dikenal sebagai penghafal hadits (hadizh) dan penyusun hadits tekemuka dizamannya. Hafizh Tajuddin bin Qarabili berkata "aku bersumpah ataus nama Allah, tidak ada seorang di Damaskus ketika itu yang banyak menghafal hadits setelah Ibnu Asakir kecuali Ibnu Hajar." Pada kesempatan lain dia telah melebihkan Ibnu Hajar dari para ahli hadits lain seperti Mazzi, Birzali, dan Dzahabi. Tajuddin berkata, "Dalam diri Ibnu Hajar terkumpul semua dari apa yang mereka miliki dalam memahami dan menghafal matan, sanad, dan melakukan istimbath hukum serta menyatukan dua dalil yang tampak lahiriahnya kotradiktif. Ia banyak menghasilkan karya-karya ilmuahnya dalam bidang ilmu hadits. Contoh yang monumental dan sangat dikenal di Indonesia adalah Fath al-Bari fi Syarh al-Bukhari (Ulasan tentang Hadits-Hadits Riwayat Bukhari) dan Bulugh al-Maram min Adillah al-Ahkam, yaitu kumpulan hadits-hadits hukum.

Sebagaimana umumnya para ulama besar sebelumnya, Ibnu Hajar menyandang berbagai jabatan keilmuan. Misalnya, ia dikenal sebagai seorang syaikh (guru besar) dan pimpinan sebuah madrasah. Bahkan beliau pernah menjabat sebagai hakim, mufti, khatib dan pustakawan. Ibnu Hajar al 'Asqalani juga dikenal sebagai seorang hakim agung (Qadhi Qudhaf).


Buku yang berjudul "Persiapan Hari Akhir" yang berada di hadapan Anda ini adalah terjemahan dari salah satu karyanya yang berharga, Al-Isti'dad li Yaumi al-Ma'ad versi Maktabah Al-Ma'arif,  Beirut, 1980 (Cetakan ke empat). Penerbitnya ditahqiq dan diberi catatan kaki oleh Umar Al-Dairawi Abu Hajlah. Kitab yang sangat populer di kalangan santri ini telah diberi komentar (syarah) oleh berbagai ulama terkenal dalam berbagai bahasa di luar bahasa Arab (antara lain dalam bahasa Urdu) dan telah banyak pula diterbitkan dalam versi terjemahan dalam berbagai bahasa. Meskipun demikian, baik bentuk ulasan (syarah)nya ataupun terjemahannya, tidak mengubah gaya penyajiannya yang khas, apalagi mengubah substansinya.

Komentar atau ulasan yang sangat populer dan menjadi acuan terutama di kalangan pesantren Indonesia mengenai buku ini ditulis oleh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi (Banten, 1230 H/1813M - Makkah, 1314H/1897) dengan judul Nasha'ihu al-'Ibad (Nasihat-nasihat bagi para Hamba Allah). Syaikh yang lebih populer dengan sebutan Nawawi al-Bantani telah menyusun sejumlah buku dalam berbagai tema. Salah satu bukunya yang sangat terkenal ialah Tafsir al-Munir, kitab tafsir yang menjadi ujukan di kalangan pesantren.

Tentu saja komentar yang diberikan oleh syaikh Muhammad Nawawi itu semakin memperluas wawasan dan cakrawala pengetahuan kita tentang khazanah dan pemikiran Islam yang sangat kaya dan bermakna, terutama wawasan tentang makna hidup yang sedang kita jalani.

Tidaklah mudah menerjemahkan sebuah buku yang isinya berupa ungkapan-ungkapan yang penuh makna yang akan hikmah. Terus terang penerjemah mengalami kesukaran ketika mencari padanan kata yang tepat untuk sebuah ungkapan yang berisi pandangan-pandangan dan cakrawala pemikiran yang dipadatkan (compendium) dalam bentuk ujaran atau tutur kata yang sangat pendek tetapi penuh makna.

Penerjemah sepenuhnya menyadari tentang beberapa kesulitan ketika mencoba menggali kandungan sebuah kalimat yang padat makna. Pertama, karena makna itu sendiri kompleks. Kedua, karena makna sebagaimana bahasa, selalu berubah dan berkembangan sesuai dengan perubahan atau perkembangan zaman. Ketiga, karena makna menyampaikan atau mengungkapkan informasi dan sikap terutama para pemberi dan pemakainya. Apalagi manakala makna telah kehilangan kemerdekaannya disebabkan diperkosa oleh tujuan-tujuan tertentu dan menjadi alat untuk mewujudkan kepentingan si pemberi makna. Penerjemah sungguh merasakan betapa tidak mudahnya mentransformasikan sebuah bahasa atau ungkapan sebagai alat atau sarana kebudayaan ke dalam bahasa lain meskipun secara esensinya dapat dipahami.

Memang, bahasa sebagai bagian dari kebudayaan tertentu tidak dapat lepas dari dimensi-dimensi kebudayaan yang menaunginya. Termasuk di dalamnya tentang ide-ide dan tindakan-tindakan yang lahir dari proses kebudayaan suatu bangsa. Hasil dari proses itu antara lain wujud dalam bentuk ide atau ajaran-ajaran yang ditransformasikan melalui bahasa. Di sini bahasa praktis merupakan hasil kebudayaan. Semakin tinggi tingkat kebudayan suatu bangsa, maka bahasa yang diungkapkannya akan semakin tinggi pula. Kandungannya pun semakin bermakna. Makna-makna yang terkandung di dalamnya hanya mungkin dapat dipahami secaa sempurna dengan bingkai kebudayaan yang melingkupinya. Untuk itu diperlukan kedalaman menyelami kebudayaannya. Sebab bahasa hanya mempunyai makna dalam latar kebudayaan yang menjadi wadahnya.

Keseluruhan ungkapan yang terdapat dalam buku Al-Isti'dad li Yaumi al-Ma'ad sepenuhnya mencerminkan tingginya tingkat kebudayaan yang mewadahinya. Dengan demikian, karya Ibnu Hajar al-'Asqalani merupakan warisan budaya yang sangat berharga yang seharusnya diwarisi oleh generasi sesudahnya. Dalam konteks pelestarian budaya dan kesinambungan kesejarahan suatu bangsa atau ummat, pewarisan budaya dan produk-produk otentiknya menjad sangat penting. Bahkan pewarisan budaya merupakan bagian tak terpisahkan dari pelestarian identitas suatu bangsa atau ummat.

Bisa jadi, suatu bangsa atau ummat, dalam perjalanan kesejarahannya yang lama, menjadi beku oleh sebab melupakan kesucian warisan budayanya yang orisinil. "Dan janganlah mereka (orang-orang mu'min) seperti orang-orang yang sebelumnya diturunkan Kitab kepadanya, Kemudian berlalulah masa yang panjang ataus mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang fasiq." (QS. al-Hadid [57]: 16).

 Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengidentifikasi penyebab kekerasan hari orang-orang Yahudi dan Nasrani dalam ayat tersebut, yaitu dikarenakan mereka telah lama melupakan warisan orisinalnya lalu mereka mengubah-ubah Kitab dengan tangan mereka sendiri, menukar-nukarnya dengan harga yang amat sedikit, dan melemparnya kebelakang punggung mereka. Selanjutnya mereka menghadapkan diri kepada pendapat-pendapat yang kacau serta bertaklid kepada beberapa orang mengenai urusan agama dan menjadikan pendekatan dan uskup-uskup mereka sebagai tuhan-tuhan.

Apa yang diungkapkan dalam buku ini merupakan cerminan otentik norma-norma budaya yang mempengaruhinya, yaitu norma-norma religius yang berkaitan dengan perjalanan hidup manusia yang bersumber dari nilai-nilai Ilahiyah. Memang, setiap manusia paa hakikatnya sedang berjalan menuju titik akhir dari totalitas perjalanannya, di alam lain, alam akhirat. Sedangkan hari-hari menuju terminal akhir begitu cepat berlalu. Oleh sebab itu semestinya kita harus memili bekal dan panduan yang dapat mengantarkan ke terminal akhir kita. Ungkapan-ungkapan dan tutur kata dalam buku ini sarat dengan makna tuntunan yang diperlukan manusia dalam perjalanan hidupnya.

            Dengan bekal tuntunan tersebut kita dapat bergegas ke sana, ke alam keabdian. Dengan tuntunan itu pula kita tidak akan hanyut dalam arus syahwat, tidak senang dalam kesenangan sesaat, tidak terjerembab dalam kehidupan duniawi, dan tidak akan main-main dalam perjalanan.

      Makna yang terkandung di dalam ungkapan-ungkapan buku ini dapat memberikan pencerahan spiritual dan sekaligus menyingkap berbagai selubung kegelapan kalbu, menyingkirkan keraguan dan kebimbangan, serta menghidupkan kembali hati yang telah membeku. Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya al-Fawa'id melukiskan posisi hati manusia sebagai tempat bahkan singgasana yang paling tinggi untuk memahami, mencintai, dan menjalankan iradah-Nya. “Memang, hati atau kalbu karunia besar yang diberikan Allah Subhanahu wa ta’ala kepada manusia. Hati adalah tempat cahaya Ilahi, rumah bagi kebenaran yang datang dari Allah ‘Azza wa Jalla. Di dalamnyalah kesejahteraan, “Orang yang mengenal Allah akan menjadi orang yang setia, hatinya cerdas, dan amalnya bersih.”

Selain itu kandungannya yang sangat bernilai dapat pula menyelamatkan dari kemungkinan keterpelantingan kita dari jalan-Nya yang menyebabnya kita terjerembab ke dalam lembah kepedihan yang abadi. Sebab dengan merenungi kandungannya dan mengamalkannya makna-maknanya kita dapat memahami hakikat hidup dan kehidupan, serta realitas dunia yang fana ini. Selanjutnya dapat terbebas dari kemungkinan tenggelam dalam lautan tipu daya. “Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS, al-Hadid [57]:20).

     Itulah sebabnya kita harus menyimak petuah, pelajaran, dan nasihat-nasihat yang terkandung dalam ungkapan-ungkapannya. Selanjutnya kita terapkan dalam seluruh tata kehidupan agar kita dapat segera berangkat meninggalkan segala yang mengikat kaki menuju akhir seluruh perjalanan kita dengan selamat. Dengan bekal nasihat ini kita dapat pula membebaskan diri kita terus-menerus menjadi budak dunia; dari kesepian di tengah keramaian; dari kegelapan dalam keterangbenderangan. Yahya bin Mu’adz al-Razzi melukiskan kebahagiaan orang yang melakukan persiapan dan menghimpun bekal sebelum memasuki persinggahan pertama dalam perjalanan hidupnya, “Berbahagialah orang yang meninggalkan dunia sebelum dunia meninggalkannya; berbahagialah orang yang membangun kuburan sebelum ia dimasukkan ke liang kubur; dan berbahagialah orang yang ridha bertemu Rabbnya sebelum ia dipanggil menemui-Nya.” Sebab di alam keabadian itulah segala peristiwa eskatologis benar-benar akan di alami oleh setiap manusia.

            Judul yang dipilih oleh penyusun buku ini, yaitu Al-Isti’dad li Yaumi al-Ma’ad, sangatlah tepat,  mengingat ungkapan-ungkapan yang ada di dalamnya sangat bertenaga dan sangat diperlukan oleh setiap orang yang sedang dalam perjalanan menuju Tuhannya. Bekal-bekal ini dapat memberikan pencerahan bagi kita semua.

         Dalam terjemahan ini terdapat tambahan catatan kaki sebagai penjelasan atas istilah-istilah yang dipandang penting dan perluasan catatan riwayat hidup singkat beberapa nama tokoh yang ada dalam kitab ini. Catatan kaki selain diambil dari sumber-sumber kamus Arab dan ensiklopedia, juga diambil dari komentar Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi atas kitab Al-Isti’dad li Yaumi al-Ma’ad dalam kitabnya yang berjudul Nasha’ihu al-‘Ibad tersebut.

      Oleh karena isi keseluruhan kitab Al-Isti’dad li Yaumi al-Ma’ad susunan Ibnu Hajar al-‘Asqalani ini bermuatan tuntunan perjalanan hidup manusia menuju destinasi terakhirnya, yaitu alam akhirat, maka pada akhirnya penerjemah berharap semoga buku terjemahan ini dijadikan sebagai jalan terang serta bermanfaat bagi pembaca dalam menempuh perjalanan panjangnya. Sebab keselamatan dan kesuksesan seseorang atau suatu umat dalam menempuh tujuan akhirnya tergantung pada kebenaran jalan yang ditempuhnya dan ketepatan wahana yang dinaikinya. Allah berfirman, “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti bahwa hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu kamu terhadap pemberia-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah –lah kembali kamu semuanya, lalu beritahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS. Al-Maidah [5]:48).
Seorang penyair mengingatkan:

ترجوالنجاة ولم تسلك مسا لكها إنّ السّفينة لا تجرى على اليبس

“Anda mengharapkan keselamatan tetapi tidak menempuh jalannya. Sesungguhnya perahu itu tidak berlayar di daratan.”

Terakhir, penerjemah tak lupa mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak, terutama istri yang dicintai Reti Riseti Sudradjat, yang dengan kesungguhan dan ketulusan hati telah membantu menyelesaikan penerjemahan buku ini. Semoga budi baik mereka diterima di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala. Hanya kepada-Nya penerjemah bersyukur dan berharap semoga karya penerjemah bersyukur dan berharap semoga karya terjemahan yang sederhana ini akan menjadi pemberat timbangan kebaikan di hari akhir nanti. Aamiin.

Jakarta, Sya’ban 1431 H
                                  Juli 2010


Abu Ridha


PENGANTAR PENERBIT

EDISI BAHASA ARAB


Segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan dan waktu . Shalawat dan salam atas junjungan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, manusia paling mulia di antara ciptaan Allah.

            Buku ini berisi peringatan-peringatan penting bagi persiapan manusia menuju hari akhir. Disusun oleh seorang Syaikh, mercu suar kebenaran dan agama, Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad. Berasal dari al-‘Asqalani kemudian dikenal al-Mishri al-Syafi’i. Dalam dunia keulamaan ia lebih dikenal sebutan Ibnu Hajar. Buku yang berjudul Persiapan untuk Hari Akhir ini dalam hal penyajian cukup khas, disusun dengan cara pengelompokkan isi berdasarkan ungkapannya. Dari dua-dua sampai sepuluh-sepuluh.















1
                            
لِلْمُسْلِميْنَ وَالنَّفْعُ بِااللهِ نُ ءِيْمَااَلاْ :مِنْهُمَا افْضْلُ شَيْىءَ لاَ خَصْلَتَانِ

“Dan yang paling utama: iman kepada Allah dan berguna bagi kaum muslimin. Dua yang paling buruk: menyekutukan Allah dan membahayakan kaum muslimin.“
2

اْلَمَيِّتَ اْلقَلْبَ يُحْيَ تَعَالَى فَإِنَّالله اْحُكَمآءِ كَلَامِ وَاسْتِمَاعِ اْلعُلَمَاءِ بِمُجَالَسَةِ عَلَيْكُمْ
الْمَطَرِ بِمَاءِ الْمَيِّةَ الأَرْضَ يُحْيَ كَمَا الْحِكْمَةِ بِنُوْرِ

“Hendaknya kalian membiasakan terlibat dalam majelis para ulama dan menyimak kata-kata para hukama1. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah sebagaimana Ia menghidupkan tanah yang mati dengan air hujan.“ ( Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam )
________________________________________________________________________
1                Yang dimaksud dengan Hukama ialah ulama yang menguasai hikmah. Dalam al-Mu’jam al-Wasith hikmah (al-hikmah) didefinisikan sebagai pengetahuan tentang keutamaan sesuatu yang posisinya lebih utama dari ilmu. Al-Jurjani dalam Al Ta’rifat mendefinisikan hikmah sebagai ilmu yang membahas tentang hakikat substansi sesuatu sesuatu dengan kadar kemampuan manusia. Ia menggolongkan hikmah sebagai ilmu tersebut nazhari. Tentang hikmah ini dalam al-Qur’an antara lain disebut, “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman...“ (QS, Luqman [31]: 13). Orang yang dikarunia hikmah disebut Hakim, yang dalam bentuk plural (jamak) menjadi Hukama. Oleh sebab itu Luqman diberi gelar hakim, sehingga namanya populer dengan sebutan Luqmanulhakim. Al-Jurjani menyembut hukama aadalah orang-orang yang perkataan dan perbuatannya sesuai dengan sunnah. Sementara itu Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi dalam kitabnya Nasha’ihu al-‘Ibad, yang merupakan syarah (komentar) atas kitab Al-Isti’dad li Yaumi al-Ma’ad Ibnu Hajar al-‘Asqalani ini membedakan antara ulama dan hukama. Ulama ialah orang yang sangat memahami hukum-hukum Allah yang tertuan dalam wahyu dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga disebut ahli fatwa. Hukama ialah orang yang sangat memahami tentang eksistensi Tuhan yang meliputi nama, sifat, dan afal (perkerjaan-pekerjaan).Nya. Selanjutnya pengetahuannya itu mewarnai kalbunya sehingga mata hatinya mejadi cemerlang dalam memandang

3

سَفِيْنَةٍ بِلَا اْلبَحْرَ رَكِبَ فَكَأَنَّمَا زَادٍ بِلَا اْلقَبْرَ دَخَلَ مَنْ

“Orang yang masuk ke liang lahad tanpa bekal sama dengan berlayar di laut tanpa kapal.” (Abu Bakar al-Shiddiq Ra)2
4

اْلأَعْمَالِ بِصَالِحِ اْلأَخِرَةِ وَءِزَّ لِبِالْمَا نْيَا عِزُالدُّعِزُ

“Kemuliaan dunia itu diperoleh dengan harta, sedangkan kemuliaan akhirat diperoleh dengan amal shaleh.” (Umar bin Khattab)3




sesuatu. Mereka kemudian disebut hukama. (Maktabah ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah Indonesia, tanpa tahun)

2          Nama asli Abu Bakar al-Shiddiq adalah Abdullah bin Abu Qahafah dari Bani Taim. Dalam sejarah ia dikenal sebagai laki-laki yang pertama kali memeluk Islam dan melepas kedudukan dan posisi di kaumnya demi mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia dikenal dengan sebutan al-Shiddiq dikarenakan pembenaran dan penerimaannya terhadap kisah Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat sebagian besar orang-orang Islam ketika itu dilanda keraguan. Pada waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah Abu Bakarlah yang menemaninya di Gua Hira. Ia adalah ayah Asma dan Aisyah, Ummulmu’minin. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang sakit Abu Bakarlah yang menggantikan Rasul sebagai imam shalat. Ia dibaiat sebagai Khalifah di hari Saqifah bani Sa’idah sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam kekhalifahannya ia pernah melakukan peperangan besar yang dikenal sebagai perang riddah. Perang ini dalam sejarah Islam dipandang sebagai penumpasan terhadap pemberontakan pertama sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pemberontakan ini dilakukan oleh orang-orang murtad. Abu Bakar adalah orang pertama dari 10 orang yang dijanjikan surga. Ia meninggal tahun ke-13 H setelah memangku jabatan khilafah selama 2 tahun 5 bulan.
5

اْلقَلْبِ فِى نُوْرٌ ةخِرَ اْلأ وَهَمُّ الْقَلْبِ فِى ظُلْمَةٌ الدُّنْيَا هَمُّ

Menggandrungi dunia itu kegelapan hati dan menggandrungi akhirat adalah cahaya hati.” (Utsman bin ‘Affan Ra)4
      ________________________________________________________________________
3                  Umar bin khaththab yang dijuluki Abu Hafsh dan al-Faruq merupakan keturunan Bani ‘Uday. Dalam sejarah pra Islam di jazirah Arabia, suku Bani ‘Uday sangat dikenal sebagai penghubung antara suku Quraisy dan suku-suku lainnya. Umar adalah salah seorang dari dua Umar yang menduduki posisi sangat penting dalam sejarah kemajuan Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memanjatkan sebuah do’a kepada Rabbnya agar keduanya menjadi penyebab maju dan tegaknya islam di muka bumi. Kisah keislamannya sangat populer sama dengan kisah perjalanan hidupnya setelah ia masuk Islam. Dua anaknya yang terkenal dalam sejarah Islam adalah anak perempuannya yang bernama Hafshah, ummulmu’minin, dan anak laki-lakinya yang bernama Abdullah bin Umr. Umar bin Khaththab ada juga kakek Umah bin Abdul Aziz, yang keturunan dari pihak ibunya senasab dengan Umayah. Umar adalah pahlawan pada hari Saqifah dan dalam berbagai pembebasan Islam, termasuk, dalam pembebasan Persia, Syam, Palestina, dan Mesir. Umar adalah Khalifah kedua dan meninggal setelah menjabat sebagai Khalifah selama 10 tahun satu bulan. Pada masa Umarlah Islam menjadi kokoh di dunia Arab yang kita kenal sekarang ini. Ia meninggal akibat ditikam oleh Abu Lu’lu’ al-Majusi.

4                    Utsman bin ‘Affan, Khalifah ketiga sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, salah seorang yang dikenal sebagai pedagang sukses dan kaya yang sangat dermawan. Dalam sejarah Islam ia dikenal sebagai tokoh yang paling banyak menyumbangkan hartanya untuk kepentingan kaum muslimin, terutama ketika terjadi krisis pangan di zamannya. Ia juga termasuk donatur yang paling banyak mengeluarkan hartanya untuk kepentingan perang di jalan Islam. Ia menikahi salah seorang anak perempuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wa sallam. Di masa Usmanlah Libia dan Sudan ditaklukkan. Usman terkenal sebagai penulis dan sekaligus penghimpun mushhaf yang mulia (Al-Qur’an) setelah kenyataan banyaknya sahabat yang hafal Qur’an mati syahid dalam perang riddah dan beberapa peperangan lainnya. Banyak orang yang mengaggumi kesyaikhannya yang terkenal sangat santun dan dermawan. Keluarganya dikenal sebagai keluarga yang sangat memperhatikan syura dalam urusan pemerintahan. Ia terbunuh oleh para pemberontak yang menyerbu rumahnya, padahal ia sedang dalam kepentingan perang di jalan Islam. Ia menikahi salah seorang anak perempuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wa sallam. Di masa Usmanlah Libia dan Sudan ditaklukkan.
6

اْلمَعْصِيَةِ طَلَبِ فِي كَانَ وَمَنْ طَلَبِهِ فِي الْجَنَّةُ كَانَتِ اْلعِلْمِ طَلَبِ فِى نَكَا مَنْ
طَلَبِهِ فِي النَّارِ كَانَتِ

“Pahala pencarian seorang pencari ilmu adalah surga dan balasan pencarian seorang pemburu maksiat adalah neraka”5 (Ali bin Abi Thalib)6

Usman terkenal sebagai penulis dan sekaligus penghimpun mushhaf yang mulia (Al-Qur’an) setelah kenyataan banyaknya sahabat yang hafal Qur’an mati syahid dalam perang riddah dan beberapa peperangan lainnya. Banyak orang yang mengaggumi kesyaikhannya yang terkenal sangat santun dan dermawan. Keluarganya dikenal sebagai keluarga yang sangat memperhatikan syura dalam urusan pemerintahan. Ia terbunuh oleh para pemberontak yang menyerbu rumahnya, padahal ia sedang dalam keadaan membaca Al-Qur’an. Peristiwa itu dipandang sebagai pemberontakan pertama dalam sejarah Islam yang cukup mencederai Islam itu sendiri. Usman menjabat Khalifah selama 12 tahun lebih.

5                    Menurut komentar Syaikh Nawawi dalam Nashaih al-‘Ibad, maksud perkataan Ali tersebut ialah, orang yang sedang sibuk menuntut ilmu yang bermanfaat yang harus dilakukan oleh orang yang berakal pada hakikatnya sama dengan orang yang sedang mencari surga dan ridha Allah. Demikian pula, orang yang hendak melakukan maksiat pada hakikatnya sama dengan orang yang sedang mencari neraka dan kemurkaan Allah Subhanahu wa ta’ala.

6                    Ali bin Abi Thalib adalah sepupu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sekaligus menantunya, suami Fathimah al-Zahra. Ali adalah ayah kedua cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Hasan dan Husein. Ali bin Abu Thalib adalah pemuda pertama yang masuk Islam. Pada waktu malam hijrah. Alilah yang tidur diranjang yang biasa dijadikan tempat tidur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengenakan selimut yang biasa dipakai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam kisah pertempuran Ali dikenal sebagai pemuda yang menghabisi nyawa tokoh musyrik yang bernama Amru bin Radd al-Amiri ada waktu pengepungan Madinah. Semua peperangan yang diikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diikuti oleh Ali. Pada waktu peperangan Badr ia menjadi pengganti Rasulullah dalam keluarganya. Pernah menjadi penasihat Abu Bakar, Umar, dan Utsman yang selalu aktif. Ia diangkat mejadi Khalifah sepeninggal Utsman, meskipun Muawiyah di Syam tidak mau membaiatnya. Ia terbunuh oleh seorang pengikut Khawarij pada tahun 40 H setelah sebelumnya terjadi peristiwa perang Jaman dan Shiffin.
7

حَكَيْمٌ خِرَةِ اْلأ عَلَى نْيَا الدُّ آثَرَ وَلَا كَرِيمٌ اللهَ مَاعَصَى

“Orang mulia tidak akan durhaka kepada allah dan orang bijak tidak akan mengutamanakan dunia daripada akhirat.”(Yahya bin Mu’adz)7
8

كَانَ وَمَنْ دِيْنِهِ رِيْحِ وَصْفِ عَنْ اْلأَلْسُنُ كَلَّتِ التَّقْوَى مَالِهِ رَأْسُ كَانَ مَنْ
دِيْنِهِ نِ خُسْرَا وَصْفِ عَنْ اْلأَلْسُنُ كَلَّتِ نْيَا الدُّ مَالِهِ رَأْسُ

“Lisan (lidah) manusia tidak akan kehabisan menyifati keuntungan agama orang yang modal hidupnya taqwa dan sebaliknya lisan manusia juga tidak akan kehabisan menyifati kerugian agama orang yang modal hidupnya dunia.”8 (A’masy)9
________________________________________________________________________
7                    Yahya bin Mu’adz, Abu Zakariya (meninggal 258H) adalah seorang penceramah yang dikenal sangat zuhud yang tidak ada tandingannya di zamannya. Ia penduduk al-Rayy meskipun dia menetap di Balukh dan meninggal di Naisabur. Banyak kata-kata hikmah yang disusunnya yang berisi penekanan-penekanan tentang pentingya kezuhu dan kewara’an. Selain itu kata-kata hikmah disusunnya begitu tajam dan menyentuh hati. Misalnya,  ”Barangsiapa yang mengkhianati Allah  dalam keadaan tersembunyi, Maka Allah akan membukakan tabir pengkhianatannya dalam keadaan terang-terangan).

8                    Maksudnya ialah, ”orang yang komitmen pada taqwa dengan cara menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, pada dasarnya seluruh amalnya selaras dengan syari’at. Oleh sebab itu kebaikan yang di perolehnya tak terhitung banyaknya. Begitu pula, orang yang selalu mengerjakan amalan yang bertentangan dengan syari’at maka akan memperoleh keburukan yang banyak pula sehingga muslut orang tak mampu menghitung keburukan-keburukannya itu.”

9                    A’masy (61-148H) adalah Sulaiman bin Mahram al-Asadi al-kahili, Abu Muhammadal-Kufi al-A’masy, seorang tabiin terkenal yang berasal dari al-Rayy dan menetap menetap serta meninggal di Kufah. Ia dikenal sebagai pakar tentang al-
9

لَايُرْجَى فَإِنَّهُ كِبْرٍ عَنْ مَعْصِيَّةِ كُلُّ ،انُهَا غُفْرَ يُرْجَى فَإنَّهُ ةِشَهْوَ عَنْ مَعْصِيَّةٍ كَلُّ
آدَمَ سَيِّدِنآ فَزَلَّةُ اْلكِبْرِ مِنَ أَصْلُهَا مِنَ أَصْلُهَا كَانَ لِيْسَ مَعْصِيَةِ لأِنَّ انُهَا غُفْرَ
الشَهْوَةِ مِنَ أَصْلُهَا كًانَ

“Peluang untuk mendapatkan ampunan (maghfirah) bagi kemaksiatan yang dipicu syahwat, sangat besar sedangkan harapan untuk memperoleh ampunan-Nya bagi kemaksiatan yang bersumber dari kesombongan, sangat kecil. Sesungguhnya kemaksiatan Iblis berakar pada kesombongan sedangkan ketergelinciran Adam bersumber dari syahwat.” (Sufyan al-Tsauri)10








___________________________________________________________________________
Qur’an dan al-Hadits serta masalah Faraidh (pembagian harta pusaka). A’masy telah meriwayatkan sekitar 1300 hadits. Dikatakan, tidak ada seorang penguasa pun yang meremehkan majelis A’masy meskipun hidupnya tergolong sangat fakir. Beliau wafat tahun 147 H. Guru-gurunya dalam periwayatan hadits antara lain, Ibrahim al-Tahimi, Ibrahim al-Nakha’i, Ismail bin Abi Khalid, Dzakwan bin Abi Shalih As-Samman. Adapun murid-muridnya yang terkenal antara lain, Israil ibn Yunus, Ismail ibn Zakariyya, Jahir ibn Abdul Hamid, Jahir ibn Hazim, Zaidah ibn Qudamah, Sufyan al-Tsauri, dan Sufyan ibn Uyainah.

10                Sufyan al-Tsauri (97-161H). Nama lengkapnya Sufyan bin Said bin Masruq al-Tsauri. Ia dijuluki Amirulmu’minin dalam bidang hadist. Sufyan al-Tsauri lahir dan dibesarkan di Kufah. Di zaman al-Manshur pernah ditawari untuk menjadi qadi namun ia menolaknya. Ia menulis beberapa kitab yang sangat terkenal, antara lain Al-Jami’u al-Kabir, Al-Jami’u al-Shaghir, dan Al-Fara’idh. Ibnu Al-Jauzi menulis satu kitab tentang riwayat hidupnya.
10

وَهُوَ اَطَاعَ وَمَنْ يَبْكُى وَهُوَ النَّارَ خِلُهُ يُدْ اللهَ فَإِنَّ يَضْحَكُ وَهُوَ ذَنْبَا أَذْنَبَ مَنْ
يَضْحَكُ وَهُوَ اْلجَنَّةَ خِلُهُ يُدْ اللهَ فَإِنَّ يَبْكِى

“Orang yang melakukan dosanya dalam keadaan tertawa akan dijebloskan ke dalam neraka dalam keadaan menangis dan orang yang melakukan ketaatan dalam keadaan menangis akan di masukkan oleh Allah ke surga dalam keadaan tertawa.”(Ahli Zuhud)

11

الْكِبَارُ الذُنُوْبُ مِنْهَا تَتَشعَّبُ لصِّغَارَفَإِنّهَا الذُّنُوْبَ تَحْقِرُوا لَا

“Jangan remehkan dosa kecil karena ia dapat membiakkan dosa besar.” (Hukama).






_______________________________________________________________________
11                Syaikh Nawawi mengomentari hadits ini bahwa dosa sekecil apapun yang dilakukan secara ajeg akan membesar dan menjadi dosa besar dan orang yang berniat melanggengkan dosa kecil dapat menjadi dosa besar sebab niat maksiat sudah masuk dalam kemaksiatan. Akan halnya perbuatan dosa besar yang kemudian disusul dengan taubat yang memenuhi syarat-syaratnya sangat mungkin terhapus, sebab taubat dapat menghapus pengaruh kesalahan meskipun dosa yang di lakukan tergolong besar.
12
سْتِغْفَارِ مَعَ كَبِيْرَةَ وَلَا اْلإِصْرَارِ مَعَ ةَ صَغيْرَ لَا

 “Tidaklah dipandang dosa kecil apabila di lakukan terus menerus dan tidaklah dipandang dosa besar suatu kesalahan yang diikuti dengan istighfar.”11 (Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
13
نَفْسُهُ الزَّهِدِ وَهَمَّ رَبُّهُ العَارِفِ لأِنَّ الدُّعَآءُ، الزَّاهِدِ وَهَمُّ الثَّنَاءُ اْلعَارِفِ هَمُّ

“Perhatikan orang ‘Arif12 adalah puji-pujian kepada Allah sedangkan perhatian orang Zuhud13  (zahid) adalah doa. Sebab perhatian orang arif itu tertuju kepada Rabbnya dan perhatian orang Zuhud itu tertuju kepada dirinya.”


_______________________________________________________________________
12                Dalam pengertian sehari-hari orang ‘arif adalah orang yang dapat memandang apa yang tersirat pada suatu kejadian, keadaan, atau masalah. Dalam istilah sufi orang yang tergolong ‘Arif adalah orang yang telah mengenali dirinya dan Tuhannya dengan pengenalan yang baik. Pengenalan pada dirinya itu tidak berhenti hanya pada tingkatan psikologis melainkan juga pada penghalang- penghalang dirinya yang menutupi pengetahuannya terhadap eksistensi Tuhan. Oleh sebab itu orang ‘Arif, dengan melalui disiplin asketik (al-mujahadah), selain mengenali dirinya sebagai hamba Allah, dengan segala kelemahan yang ada pada dirinya, juga mampu membuka selubung kosmik yang menghalangi cahaya surga menyinari dirinya sehingga dapat terbebas dari setiap selubung yang menghalangi karunia ridha Allah dan cahaya-Nya.

13                Menurut ulama salaf, zuhud ialah meninggalkan segala bentuk kecintaan dan ketergantungan kepada suatu untuk mencintai dan bergantung hanya kepada Allah Swt. Maka langkah orang zuhud selalu memilih jalan di sisi Allah dan berpaling dari sesuatu untuk membebaskan diri dari kecintaan dan ketergantungan pada selain Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Zuhudlah terhadap dunia, maka Allah akan mencintaimu dan zuhudlah terhadap sesuatu yang dimiliki orang lain, maka setiap orang akan mencintaimu.”(HR, Ibnu Majah). Tentang zuhud menurut padangan ulama salaf lihat Dr. Ahmad Farid dalam bukunya Tazkiyyatu al-Nufus wa Tarbiyyatuha kama yuqarriruhu ‘Ulama al-Salaf, Dar al-Qalam, Beirut, halaman 63-68.

14

عَدُوًّا لَهُ أَنَّ تَوَهَّمَ وَمَنْ  بِاللهِ مَعْرِفَتُهُ قَلّتْ اللهِ مِنَ أَوْلَى وَلِيَّا لَهُ أَنَّ تَوَهَمَّ مَنْ
بِنَفْسِهِ فَتُهُ مَعْرِ قَلَّتْ نَفْسِهِ مِنْ أعْدَى
“Orang yang menyangsikan bahwa pelindung dirinya yang paling utama adalah Allah maka berarti ia kurang pengetahuannya terhadap Allah sedangkan orang yang menyangsikan bahwa musuh dirinya yang paling utama adalah hawa nafsunya berarti ia kurang pengetahuan terhadap dirinya.”14 (Hukama)

    15

وَاْلبَحْرُ :قَالَ وَالبَحْرِ اْلبَرِّ فِى ظَهَرَاْلفَسَادُ تَعَالَى قَوْلِهِ فِى الصِّدِّيْقِ بَكْرٍ أَبِى وَعَنْ
اْلمَلائِكَةُ عَلَيْهِ بَكَتْ اْلقَلْبُ فَسَدَ وَإِذَا النُّفُوْسُ، عَلَيْهِ بَكَتْ الِّسَانُ  فَإِذَ فَسَدَ هُوَاْلقَلْبُ،
“Dalam memahami firman Allah,
البحر البرو فر الفساد ظهر, Abu Bakar al-Shiddiq berkata, “Yang di maksud dengan al-barru adalah lisan sedangkan yang dimaksud dengan al-bahru adalah kalbu. Jiwa-jiwa akan menangis jika lisan seseorang rusak dan Malaikat akan menangis jika kalbu seseorang rusak.” (Abu Bakar al-Shiddiq Ra)



________________________________________________________________________
1                  Maksudnya ialah, orang yang menyangka ada penolong dirinya yang paling dekat dari pada Allah dan lebih banyak pertolongannya daripada Allah Subhanahu wa ta’ala maka sesungguhnya ia tidak mengetahui Allah. Damikian pula, orang yang menyangka ada musuh dirinya yang lebih kuat dari pada nafsu, amarah dan lawwamah yang ada dalam dirinya maka sesungguhnya ia tidah mengenal dirinya (Syaikh Nawawi dalam Nashaih al-Ibad).
16

يُوْسُفَ إِلَى تَرَى أَلَا مُلُوْكًا اْلعَبِيْدَ يُصِيْرُ وَالصَّبْرَ عَبِيْدًا اْلمُلُوْكَ الشَهْوَةَتُصِيْرُ أَنَّ
وَزُلَيْخَا؟
 “Sesungguhnya nafsu syahwat itu dapat mengubah posisi seorang raja sebagai hamba sahaya sedangkan kesabaran dapat mengubah posisi seorang hamba sahaya sebagai raja. Tidakkah Anda perhatikan kisah Yusuf dan Zulaikha ? “15
17

 وَعَقْلُهُ أَمِيْرًا هُوَاهُ كَانَ لِمَنْ وَوَيْلٌ ،أَسِيْرًا هُوَاهُ وَ أَمِيْرًا عَقْلُهُ كَانَ لِمَنْ طُوْبى
أَسِيْرًا
“Berbahagialah orang yang menjadikan akalnya sebagai pemmpin dan hawa nafsunya sebagai tawanan. Celakalah orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai pemimpin dan akalnya sebagai tawanan.”


________________________________________________________________________
2           Nabi Yusuf As adalah seorang Nabi yang sangat terkenal kegantengan dan kejujurannya. Ia diberi gelar al-Shidddiq. Oleh sebab kedengkian saudara-saudaranya ia pernah dijerumuskan ke dalam sebuah sumur dan meninggalkannya sendirian sampai kemudian ditolong oleh pedagang yang melewati sumur tersebut dan membawanya ke Mesir. Di Mesir ia dijual ke keluarga Perdana Menteri Mesir. Setelah tumbuh dewasa,. Zulaikha, isteri sang Perdana Menteri menaruh birahi kepadanya dan menginginkan agar Yusuf berbuat serong dengannya. Namun Yusuf menolak ajakan Zulaikha. Allah menyelamatkan Yusuf dari tipu daya Zulaikha. Selanjutnya, Zulaikha menjebloskan Yusuf ke penjara ternyata kemudian justru mengantarkan Yusuf ke posisi penting di lingkungan kerajaan. Oleh karena keshalihan dan kepandaiannya dalam memberikan ta’bir mimpi, akhirnya Yusuf dibebaskan dari penjara dan diangkat menjadi bendaharawan kerajaan. Dalam kisah selanjutnya Yusuf menikahi Zulaikha justru ketika Zulaikha sudah tua.
18

فِكْرَتُهُ صَفَتْ الحَلَالَ وَأكَلَ اْلحَرَامَ تَرَكَ وَمَنْ قَلْبُهُ، رَقَّ الذَّنُوْبَ تَرَكَ مَنْ
 “Hati orang yang meningalkan dosa itu menjadi lembut dan pemikiran orang yang meninggalkan yang haram dan selalu memakan yang halal menjadi cemerlang. “

19

نَصَحْتُكَ فِيْمَا تَعْصِنِي وَلَا أَمَرْتُكَ فِيْمَا أَطِعْنِي اْلأَنْبِيَاءِ بَعْضِ أِلَى أُوْحِيَ
Allah Subhanahu wa ta’ala  mewahyukan kepada Nabi-Nya,”Taatilah semua yang Aku perintahkan kepadamu dan janganlah membantah terhadap yang Aku nasihatkan padamu.”
20

سُخْطِهِ جْتِبَابُ وَا تَعَلَى اللهِ رِضْوَانِ إِتْبَاعُ اْلعَقْلِ أِكْمَالُ
 “Indikator kesempurnaan akal seseorang adalah mengikuti keridhaan Allah dan menjauhi kebencian-Nya.”
21

لِلْخَاهِلِ وَطَنَ وَلَا لِلْفَاضِلِ غُرْيَةَ لَا
“Orang yang memiliki keutamaan tidak akan pernah menjadi orang asing dan sebaliknya orang jahil itu akan selalu menjadi orang asing (meskipun di negerinya sendiri).”


22

غَرِيْبًاالنَّاسِ بَيْنَ كَانَ قَرِيْبًا اللهِ عِنْدَ بِالطَّاعَةِ كَانْ مَنْ
“Orang yang taat kepada Allah akan selalu akrab dengan-Nya dan akan menjadi asing di antara manusia.”
23

الْحَيَاةِ دَلِيْلُ الْخِسْمِ حَرَكَةَ أَنَّ كَمَا اْلَمَعْرِفَةِ دَلِيْلُ الطَّاعَةِ حَرَكَةُ
“Gerak ketaatan adalah indikator pengetahuan (ma’rifah) laksana gerak jasad yang menjadi indikator kehidupan.”
24

وَالزَّكَاةِاْلعُشْرِ مَنْعُ الْفِتَنِ جَمِيْعِ وَأَصْلُ نْيَا الدُّ حُبُّ الْخَطَايَا جَمِيْعِ أَصْلُ
“Sumber semua kesalahan adalah gandrung dunia dan sumber semua fitnah adalah menolak ‘usyur’16 dan zakat.” (Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
________________________________________________________________________
3              Dalam Al-Mu’jam Al-Wasith, kata ‘usyur didefinisikan sebagai zakat yang diambil dari hasil tanah yang pemiliknya muslim di mana kaum muslimin menghidupkan tanah tanah tersebut menjadi produktif. Muhammad Nawawi dalam kitabnya Nasha’ihu al-‘Ibad menyebut ‘usyur sebagai zakat tanaman yang menguatkan. Menurut istilah fiqih, tanah itu terbagi dua : (1) ‘usyriyah, yaitu tanah milik kaum muslimin yang dari hasilnya wajib di keluarkan 10% apabila tanah tersebut di aliri dengan air hujan atau sungai yang tidak memerlukan biaya dan 5% jika pengairannya memerlukan pembiayaan, dan (2) yang bersifat kharajiyah, yaitu tanah di peroleh setelah melalui peperangan lalu pemerintah Islam mewajibkan kharaj (semacam pajak) kepada pemiliknya (lebih jauh lihat Al-Islam, Sa’id Hawa).
25

اْلقَبُوْلِ اْةُ بِالتَّقْصِيْرِعَلَامَةِ وَاْلإِقْرَارُمَحْمُوْدٌ أَبَدًابِالتَّقْصِيْرِ اَلْمُقِرُّ
“Senang dengan yang ada selamanya terpuji dan merasa cukup dengan yang ada tanda keterkabulan.”
26

مٌ شُؤْ اْلأَحْمَقِ وَصُحْبَةُ لُؤْمٌ النِّعْمَةِ كُفْرَانُ
Kufur ni’mat17 itu tercela dan teman yang dungu itu kesialan.”
27
مِنْدُوْقُ دَنَا حَتَّى غَفْلَةٍ فِى يَزًلْ لَمْ أَوْ اْلأَمَلْ طُوْلُ غَرَّهُ قَدْ اشْتَغَلْ بِدُنْيَاهُ يَامَنْ
بِالأجَـــــلْ إِلَّا مَوْتَ لَا أَهْوَالهَا عَلَى صْبْرْ اْلعَمَلْ
Sehubungan dengan kelalaian seseorang sehingga mengakibatkan kufur ni’mat, seorang penyair berkata:
“Wahai orang yang di sibukkan dengan dunianya! Angan-angan panjangnya sungguh mempecundanginya, Apakah ia tetep dalam kelalaian, Padahal ajal semakin merapat. Ingat, kematian bisa datang mendadak Dan kuburan itu adalah kotak amal. Sabarlah, atas kedahsyatan kuburan Tiada kematian selain dengan ajal.”         ___________________________________________________________________________
4         Yakni mengingkari, menolak, dan tidak mau berterima kasih terhadap ni’mat dan karunia Allah yang tidak terhitung banyaknya yang telah di berikan kepada manusia. Dalam Al-Quran dinyatakan bahwa kufur ni’mat merupakan sumber bencana (baik berupa kelaparan ataupun ketakutan) yang dialami manusia. Allah berfirman, “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari ni’mat-ni’mat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian, kelaparan, dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat” (QS,al-Nahl [16]: 122)
28

لِأُمُوْرِ أَصْبَحِ وَمَنْ ،يَشْكُوْرَبَّهُ فَكَأَنَّمَا الْمَعَاشِ ضِيْقَ يَشْكُوْ وَهُوَ أَصْبَحَ مَنْ
دِيْنِهِ ثُلُثَا ذَهَثَ فَقَدْ لِغِنَاهُ الدَّنْيًّ
“Orang yang dipagi hari mengadukan sempitnya kehidupan seolah-olah ia mengadukan Tuhannya; orang yang di pagi hari berduka dengan urusan dunia, sesungguhnya ia dalam kondisi marah kepada Allah Swt; dan orang yang merendahkan diri di hadapan orang kaya di karenakan kekayaannya, sesungguhnya ia telah kehilangan dua pertiga agamanya.” (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
29

وَالـصَّحَةُ ، بِالخِـضَابِ وَالشَبَابُ ، بِالمُنَـى اَلغِــنَى:بِثَلَاثٍ تُدرَكُ لَا ثٌ ثَلَا
بِالأَدوِيَةِ
“Tiga hal yang tidak mungkin dapat diwujudkan dengan tigal hal lainnya: (1) kekayaan dengan berangan-angan, (2) keremajaan dengan imitasi (disemir), dan (3) kesehatan dengan obat-obatan.”(Abu Bakar al-Shiddiq)
30

التَّدْبِيْرِ وَحُسنُ ،اْلعِلمِ نِصْفُ السُّؤَالِ وَحُسنُ ،اْلعَقلِ نِصْفُ النَّاسِ التَّوَدُّدِإِلَى حُسْنُ
الْمَعِيْشَةِ نِصْفُ
“Kasih sayang yang baik kepada sesama manusia adalah separuh akal, pertanyaan yang baik adalah separuh ilmu, dan pengaturan (manajemen) yang baik adalah separuh kehidupan.” (Umar bin Khaththab)

31

حَسَمَ وَمَنْ ،الْمَلَائِكَةُ أَحَبَّهُ اذُّنُوْبَ تَرَكَ وَمَنْ ،تَعَــالى اللهُ أَحَبَّهُ الدُّنْيَا تَرَكَ مَنْ
الْمُسْلِمُوْنَ أَحَبَّهُ الْمُسْلِمِيْنَ عَنِ الطَّمَعَ
“Orang yang meninggalkan perhiasan dunia akan dicintai Allah Swt; orang yang meninggalkan dosa akan dicintai Malaikat; dan orang yang tidak tamak terhadap kaum muslimin akan dicintai sesama kaum muslimin,” (Utsman bin ‘Affan)
32
مَخْرُوْمِنْ وَكَمْ ،عَلَيْهِ بِالثَّنَاءِ مَفْتُوْنٍ مِنْ وَكَمْ ،بِالنِّعْمَةِعَلَيْهِ مُسْتَدْرَجٍ مِنْ كَمْ
رٍبِالسِّتْرِعَلَيْهِ
“Betapa banyak orang terpedaya dikarenakan keni’matan yang ada padanya; betapa banyak orang terfitnah dikarenakan pujian yang diarahkan kepadanya; dan betapa banyak orang tertipu dikarenakan orang segan membuka aibnya kepadanya.”(Abdullah bin Mas’ud)18
________________________________________________________________________
5            Nama lengkapnya ialah Abdullah bin Mas’ud Ghafil al-Hadzaly bin Hubeb (meninggal tahun 32H). Nasab Ibnu Mas’ud terkadang di nisbatkan kepada ibunya, Ummu ‘Abd. Ia termasuk tokoh terkemuka di kalangan sahabat dan orang terdahulu memeluk Islam. Dialah orang yang pertama berani membaca al-Qur’an dengan Jahr (suara keras) di Makkah. Meninggal dalam umur 60 tahun. Pernah berhijrah dua kali dan ikut serta dalam perang Badar dan peperangan lainnya. Ibnu Mas’ud mengambil al-Qur’an langsung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak tujuh puluh-an surat. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda tentang dirinya, “ Barangsiapa yang ingin membaca Al-Qur’an dalam kondisi masih segar sebagaimana di turunkan, maka bacalah sesuai dengan bacaan Ibn Ummu ‘Abd.” Ibnu Mas’ud adalah sahabat yang paling memahami asbabunnuzul ayat-ayat Al-Qur’an dan di kenal sebagai orang yang tekun melayani Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dialah yang biasanya memasangkan kedua sandalnya, mengambilkan air untuk wudhunya, dan mengambilkan bantal untuk tidurnya. Pernah diutus Umar bin Khaththab untuk mengajar agama kepada penduduk ke Kufah bersama ‘Ammar bin Yasir. Sepeninggal Umar, ‘Utsman mengangkatnya jadi Amir di Kufah, lalu mencopotnya dan memerintahkannya agar kembali ke Madinah.
33

عِبْرَةًالْمَوْتُ يَكْفِيْكَ الْعِبْرَةِ مِنَ وَإِنَّ ،نِعْمَةَ اْلإِسْلَامُ يَلْفِيْكَ الدُّنْيَا نَعِيْمِ مِنْ إِنَّ
“Dari Ali Ra, ”Wahai pencari keni’matan dunia, cukuplah Islam itu sebagai keni’matan bagimu; wahai orang yang sedang mencari-cari kesibukan, cukuplah ketaatan itu sebagai kesibukan bagimu; dan wahai orang yang sedang mencari pelajaran, cukuplah kematian itu sebagai pelajaran bagimu.” (Ali bin Abi Thalib)
34

إِلَّا لَايَشْتَغِلَ أَنْ اْلعَـاقِلِ حَقُّ الزَّبُوْرِ فِى أُوْحِيَ  قَالَ : السَّلَامُ عَلَيْهِ عَنْدَاوُوْدَ
بِحَلَالٍ لَذَّةٍ وَطَلَبُ ،لَمِعَـاشٍ وَمُؤْنَةٌ  ،لَمِعَـادٍتَزَوُّدٌ ،بِثَلَاثٍ
“Aku diwahyukan dalam Kitab Zabur: “Orang berakal itu seyogyanya tidak disibukkan kecuali dengan tiga hal: (1) mempersiapkan segala sesuatu untuk hari akhir, (2) mencari makan untuk hidup, dan (3) mencari kelezatan dengan cara halal.”(Dawud As)19






________________________________________________________________________
6                  Nabi Dawud diutus oleh Allah Subhanahu wa ta’ala kepada Bani Israil dan diturunkan sebuah kitab yang disebut Zabur. Ia diberi karunia Allah berupa kemampuan melelehkan besi. Selama hidupnya ia berpuasa secara selang seling yang dikenal dengan puasa Dawud. Ia memimpin Bani Israil dalam peperangan melawan Bani Kanan dan penduduk Palestina lama yang rajanya masuk Islam di tangan anaknya, Sulaiman ‘alaihi sallam

35

أَمَّا ،كَفَّارَاتٌ وَثَلَاتٌ ،دَرَجَـاتٌ وَثَلَاثٌ  ،مُهْلِكَاتٌ وَثَلَاتٌ ،مُنْجِيَاتٌ ثَلَاثٌ
لفَقْرِ فِى وَاْلقَـصْدُ ،وَالْعَلَانِيَةِ السِّرِ فِى تَعَـالَى اللهِ فَخَشْيَةُ : الْمُنْجِيَاتُ
،شَدِيْدْ فَشُحٌّ : الْمُهْــلِكَاتُ وَأَمَّا الرِّضَاءِوَاْلـغَضَبِ فِى وَاْلعَدْلُ ،وَاْلغِنِى
،السَّلَامِ فَإِفْشَاءُ  : الدَّرَجَــاتُ وَأَمَّا بِنَـفْسِهِ الْمَرْءِ وَإِعْــجَــابُ ،مُتَّبَعٌ وَهُوًى
سْبَاغُ  : اْلكَفَّارَتُ وَأَمَّا نِيَامٌ وَالنَّاسُ بِاللَّيْلِ وَالصَّلَاةُ ،الطَّـعَامِ وَإِلطْـعَامُ
الصَّلَاةِ وَانْتِظَـارُ ،الْجَـمَاعَاتِ إِلَى قْـدَامِ اْلأَ وَنَقْلُ ،بَرَاتِ فِى اْلوُضُـوْ
Dari Abu Huraerah, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ Tiga yang menyelamatkan, tiga yang membinasakan, tiga yang meningkatkan derajat, dan tiga yang menjadi kaffarat (penghapus dosa). Tiga yang menyelamatkan itu ialah (1) takut kepada Allah dalam keadaan sembunyi atau terang-terangan, (2) selalu hemat baik dalam keadaan miskin ataupun kaya, dan (3) selalu berlaku adil baik dalam keadaan ridha ataupun marah. Adapun tiga hal yang dapat membinasakan ialah (1) sangat kikir, (2) menurutkan hawa nafsu, dan(3) membangga-banggakan diri sendiri. Akan halnya tiga yang dapat meningkatkan derajat ialah (1) menyebarkan salam, (2) memberi makan orang yang lapar, dan (3) shalat malam ketika orang lain sedang asyik-asyiknya tidur. Adapun tiga hal yang menjadi kafarrat (penebus dosa) yaitu (1) berwudhu di kala malam yang sangat dingin, (2) mengayunkan kaki untuk shalat berjama’ah, dan (3) menanti shalat setelah melakukan shalat.”(Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
36
وَاعْمَلْ ،مُفَارِقُهُ فَإِنَّكَ شِئْتَ مَنْ وَأَحْبِبْ ،مَيِّتٌ فَإِنَّكَ مَاشِئْتَ عِشْ مُحَمَّدُ يَا
بِهِ مَجْزِيٌ فَإِنَّكَ مَاشِئْتَ
“Jibril berkata kepada Nabi Muhammad,” Wahai Muhammad! Hiduplah sekehendakmu,tetapi ingat engkau akan mati, cintailah sekehendakmu, tetapi ingat engkau akan berpisah dengannya, dan bekerjalah sekehendakmu tetapi ingat engkau semua amal-amalanmu akan dibalas oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.”(Jibril)
37

  فِى  اَلْمُتَوَضِّئُ : ظِلُهُ اِلَّا لَاظِلَّ يَوْمَ عَرْشِهِ ظِلِّ تَحْتَ اللهُ يُظِلُهُمُ نَفَرٍ ثَلَاثَةُ
الْجَائِعِ وَمُطْعِمُ ،الظُّلَمَ
“Tiga orang yang akan memperoleh naungan Allah dibawah ‘Arasy-Nya pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu (1) orang yang berwudhu’ ketika daam keadaan sangat berat, (2) orang yang berjalan ke masjid ketika malam gelap gulita, dan (3) orang yang memberi makan kepada yang kelaparan.” (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)
38

تَعَـالَى اللهِ أَمْرَ إِخْتَرْتُ : أَشْيَاءَ بِثَلَاثَةِ قَالَ ؟خَلِيْلًا اللهُ إِتَّخَذَكَ شَيْئٍ لأَيِّ
تَغَدَّيْتُ وَمَا تَعَشَّبْتَ وَمَا ،لِى اللهُ تَكَفَّلَ بِمَا اهْتَمَمْتُ وَمَا ،غَيْرِهِ أَمْرِ عَلَى
الضَّيْفِ مَعَ إِلَّا
“Suatu ketika Nabi Ibrahim Alaihi sallam ditanya, faktor apa saja yang menyebabkan Allah menjadikanmu sebagai kekasih-Nya? Ibrahim menjawab, “Aku menjadi kekasih Allah karena tiga hal: (1) karena aku lebih memilih perintah Allah di atas perintah-perintah yang lain-Nya, (2) karena aku tidak pernah menyangsikan terhadap jaminan Allah kepadaku, dan (3) karena aku tidak makan siang dan makan malam kecuali bersama tamu,”

39
الْحُكَمَاءِ وَكَلَامُ ،أَوْلِيَائِهِ وَلِقَاءُ ،اللهِ ذِكْرُ : الْغُصَصُ تَفْرَجُ أَشْيَاءِ ثَلَاثَةُ
“Ada tiga hal yang dapat menghilangkan kesempitan jiwa: (1) dzikrullah (ingat kepada Allah), (2) menjumpai para Wai-Nya, dan (3) wejangan para hukama.” (Hukama)

40

لَهُ زُلْفَى لَا لَهُ وَرَعَ لَا وَمَنْ ،لَهُ ينَ دِ لَهُلَا صَبْرَ لَا وَمَنْ ،لَهُ عِلْمَ لَا لَهُ أَدَبَ لَا مَنْ
“Orang yang tidak beradab sama dengan orang yang tidak berilmu; orang yang tidak sabar sama dengan orang yang tidak beragama; dan orang yang tidak wara’20 sama dengan orang yang tidak akan memperoleh kedekatan dan keridhaan Allah Subhanahu wa ta’ala.” (Hasan al-Bishri)21
41
   اللهُ خَفِ : وَاْلأَخِرِيْنَ اْلأَوَّلِيْنَ عِلْمُ فِيْهَا خِـصَالٍ بِثَلَاثِ أَعِظُكَ إِنِّى فَتَى يَا
وَانْظُ ،بِخَيْرٍ إِلَّا كُرْهُمْ تَذْ وَلَا الْخَلْقِ عَنِ لِسَانَكَ وَامْسِكْ ،وَاْلعَلَانِيَةِالسِّرِ
الْخُرُوْجِ عَنِ اْلفَتَى فَامْتَنَعَ ،الْحَلَالِ مِنَ يَكُوْنَ حَتَّى كُلُهُ تأْ الَّذِىْ خُبْزَكَ
.اْلعَلْمِ لِطَلَبِ آخَرَ بَلَدٍ إِلَى
“Diriwayatkan, seorang laki-laki Bani Israil keluar menuntut ilmu hingga sampailah di utus seorang Nabi. Kemudia Nabi itu berkata kepada laki-laki tersebut. “Wahai pemuda, aku nasihatkan tentang tiga hal yang menjadi ilmunya orang terdahulu dan orang yang di kemudian hari. Pertama, takutlah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, baik dalam keadaan tersembunyi ataupun dalam keadaan terang-terangan. Kedua, jagalah lisanmu di hadapan manusia dan jangan bicara kepada mereka kecua yang baik. Ketiga, perhatikan baik-baik roti yang akan kamu makan sehingga dapat dipastikan tentang kehalalannya.” Selanjutnya diriwayatkan bahwa pemudia tersebut akhirnya enggan pergi menuntut ilmu karena telah merasa cukup memperoleh bekal.
________________________________________________________________________
7                    Dalam akhlak Islam wara’ adalah salah satu sifat terpuji yang seyogyanya dimiliki setiap muslim. Secara bahasa wara’ artinya pengekangan (restraint) dan memprotek diri dari segala macam yang diharamkan Allah (segala bentuk dosa) serta menghindari sesuatu yang mubah (dibolehkan) apalagi yang syubhat (diragukan) karena dikhawatirkan menghalangi kedekatannya dengan Allah. Dalam dunia tasawuf wara’ yang bermakna kehati-hatian agar tidak melanggar batas hukum dan nilai-nilai agama ini dilukiskan sebagai awal dari tindakan seseorang menuju maqam zuhud, yaitu dalam bentuk mencampakkan pesona duniawi dan jiwa seseorang dalam kerangka mewujudkan ketulusan penghambaan dirinya hanya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
42
يَنْتَفِعْ لَمْ اْلعِلْمِ مِنَ تَابُوْتًا ثَمَانِيْنَ جَمَعَ إِسْرَائِيْلَ بَنِي مِنْ رَجُلًا أَنَّ رُوِيَ
كَثِيْرًا جَمَعْتَ لَوْ  : الْجَامِعِ لِهَذَا قُلْ أَنْ نَبِيِّهِمْ إِلَى تَعَالى اللهُ فَأَوْحَى بِعِلْمِهِ
رِ بِدَا فَلَيْسَتْ الدُّنْيَا تُحِبُّ لَا : أَشْيَاءَ بِثَلَاثَةِ تَعْمَلَ أَنْ إِلَّا يَنْفَعْكَ لَمْ اْلعِلْمِ مِنَ
أَحَدًا  تُؤْذِ وَلَا الْمُؤْمِنِيْنَ بِرَفِيْقِ فَلَيْسَ الشَّيْطَانَ تُصَاحِبِ وَلَا ،الْمُؤْمِنِيْنَ
الْمُؤْمِنِيْنَ بِحِرْفَةِ فَلَيْسَ
“Diriwayatkan, seorang laki-laki Bani Israil mengumpulkan 80 tabut22 yang berisi berbagai disiplin ilmu tetapi ia tidak memanfaatkannya sama sekali. Kemudian Allah mewahyukan kepada Nabi yang diutus di tengah-tengah bangsa Israil, “Katakan kepada si penghimpun banyak ilmu akan tetapi ilmu-ilmu itu tidak akan bermanfaat bagimu kecuali kamu mengamalkan 3 hal. Pertama, janganlah kamu mencintai dunia sebab dunia itu bukanlah kampung orang-orang beriman. Kedua, janganlah kamu berkawan dengan syetan, sebab syetan itu bukanlah temain baik orang-orang beriman. Ketiga, janganlah kamu menyakiti siapapun karena menyakiti orang itu bukanlah watak orang-orang beriman.”

8                    Hasan al-Bashri (w. 728 H) adalah ulama dan cendekiawan muslim yang hidup pada masa awal kekhalifahan Umayyah. Pernah berguru kepada Utsman bin ‘Afffan, Abdullah bin ‘Abbas, Ali bin Abu Thalib, Abu Musa al-Asy’ari, Jabir bin Abdullah, dan sahabat-sahabat lainnya. Ia dikenal sebagai muhaddits (ahli hadits), penceramah, dan ahli ceritera yang sangat terkenal. Ia juga dikenal sebagai seorang Syaikh yang sangat piawai dalam ilmu bahasa Arab, Fiqih, dan ilmu kalam (logika). Khutbah-Khutbahnya yang sangat bernilai merupakan bentuk asli bagi Islam. Di kalangan peneliti Islam dikenal sebagai ulama yang isi pesan-pesannya mencerminkan perhatiannya yang terus-menerus terhadap peristiwa-peristiwa eskatologis yang mengerikan pada hari kiamat. Pesan-pesannya itu menumbuhkan rasa takut kepada Allah (makhafah atau khauf).

9                    Adalah sebuah kota yang di dalamnya berisi lembaran-lembaran kita suci Taurat yang ditulis di atas batu. Al-Qur’an menyebut istilah tabut dalam rangkaian kisah Thalut dan Jalut. “Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya tanda ia akan menjad raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh Malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.” (QS, Al-Baqarah [2]: 248)
43

أَهْلَ لَأَخَبَرْتُ النَّارَ اَدْخَلْتَنِيْ وَلَئِنْ ،بِعَفْوِكَ لَأَطْلُبَنَّكَ بِذَنْبِيْ طَلَبْتَنِيْ لَئِنْ اِلهِي
أُحِبُّكَ النَّارِبِأَنَّى
“Ilahi, seandainya Engkau menuntut dosa-dosaku, maka justru aku mohon ampunan-Mu; seandainya Engkau menuntut kekikiranku justru aku memohon kemurahan-Mu; dan seandainya Engkau memasukkanku ke neraka, justru akan aku beritahu penghuni neraka bahwa aku sesungguhnya mencintai-Mu.” (“Abu Sulaiman al-Darani23 dalam salah satu munajatnya)
44

اْليَدَ فِى بِمَا وَقَنَاعَةٌ ،صَابِرٌ وَبَدَنٌ ،عَالِمٌ قَلْبٌ لَهُ مَنْ النَّاسِ أَسْعَدُ : قِيْلَ
“Dikatakan, orang yang paling berbahagia ialah yang memili (1) hati yang alim, (2) badan yang sabar, dan (3) qana’ah24 (merasa cukup) dengan yang ada di tangan.”
________________________________________________________________________Dalam arti bahasa qana’ah adalah sikap seseorang yang rela menerima apa yang diberikan Allah kepadanya dan karena itu ia merasa puas dengan pemberian itu. Kepuasan qana’ah merupakan bagian dari sifat zuhud yang sekaligus menjadi jenjang menuju maqam ridha. Menurut Ibnu’Athaillah, qana’ah ialah terhentinya keinginan seseorang terhadp apa yang sudah diberikan kepadanya dan tidak ada lagi keinginannya untuk menambah apa yang sudah ada.

20.    





45

الْطَّعَالِ وَفُضُوْلِ ،اْلكَلَامِ بِفُضُوْلِ : خِصَلٍ بِثَلَاثِ قَبْلَكُمْ هَلَكَ مَنْ هَلَكَ إِنَّمَا
الْمَنَامِ
“Sesungguhnya kehancuran orang-orang terdahulu dikarenakan 3 hal, yaitu (1) kebanyakan bicara, (2) kebanyakan makan, (3) kebanyakan tidur.” (Ibrahim al-Nakha’i)25

46

وَارْضَى يَدْخَـلَهُ أَنْ قَبْلَ قَبْرَهُ وَبَنَى ،تَتْرُكَهُ أَنْ قَبْلَ  الدُّنْيَا تَرَكَ لِمَنْ طُوْبَى
يَلْقَاهُ أَنْ قَبْلَ رَبَّهُ
“Berbahagialah orang yang meninggalkan dunia sebelum dunia meninggalkannya; berbahagialah orang yang membangun kuburan sebelum ia dimasukkan kedalamnya, dan berbahagialah orang yang ridha bertemu Rabbnya sebelum ia dipanggil menemui-Nya.” (Yahya bin Mu’adz al-Razi)




________________________________________________________________________
2        Meninggal tahun 71 H dikenal sebagai panglima pemberani yang menjadi salah seorang                sahabat Mush’ab bin Zuber. Ia biasa memimpin pasukan di tempat-tempat yang genting.
47

 شَئٌ يَدِهِ فِى فَلَيْسَ أَوْلِيَائِهِ وَسُنَّةُ رَسُـوْلِهِ وَسُنَّةُ اللهِ سُنَّةُ عِنْدَهُ يَكُنْ لَمْ مَنْ
اَلْمُدَرَاةُ :قَالَ ؟الرَّسُـوْلِ مَاسُنَّةُ وَقِيْلَ .السِّرِّ كِتْمَانُ : قَالَ ؟اللهِ سُنَّةُ مَا لَهُ قِيْلَ :
النَّاسِ عَنِ اْلأَذَى  إِحْتِمَالُ : قَالَ ؟أَوْلِيَائِهِ مَاسُنَّةُ وقِيْلَ النَّاسِ بَيْنَ
“Orang yang tidak membiasakan Sunnatullah, Sunnaturrasul, dan Sunnatulaulia sama dengan orang yang tidak punya apa-apa. Ali di tanya, “Apakah Sunnatullah yang dimaksud?” Ia menjawab, “Menjaga rahasia.” Apakah Sunnaturrasul yang dimaksud?” Ia menjawab, “Bergaul dengan sesama manua.” “Apakah Sunnatulaulia yang dimaksud?” Ia menjawab, “Menanggung derita yang ditimpakan manusia.” (Ali bin Abu Thalib Ra)
48

      عَمِلَ مَنْ : بِهَا وَيَتَكَاتَبُوْنَ خِصَالٍ بِثَلَاَثِ يَتَوَاصَوْنَ قَبْلِنَا مِنْ وَكَانُوْا
أَصْلَحَ وَمَنْ ،عَلَانِيَتَهُ اللهُ أَحْسَنَ وَمَنْ ،وَدُنْيَاهُ أَمْرَدِيْنْهِ اللهُ كَفَاهُ لِآخِرَتِهِ
النَّاسِ وَبَيْنَ بَيْنَهُ مَا اللهُ أَصْلَحَ اللهِ وَبَيْنَ بَيْنَهُ مَا
Orang-orang terdahulu saling mewasiatkan dengan 3 hal dan saling mencamkannya. Pertama, orang yang beramal untuk akhiratnya itu urusan agama dan dunianya akan cukupi oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Kedua, orang yang selalu baik dalam keadaan tersembunyi akan dikaruniai banyak kebaikan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala di saat terang-terangan. Ketiga, orang yang baik hubungannya dengan Allah akan dikaruniai banyak kebaikan dalam hubungannya sesama manusia oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.” (Ali bin Abi Thalib Ra)



49

النَّاسِ عِنْدَ وَكُنْ النَّاسِ، شَرَّ النَّفْسِ عِنْدَ وَكُنْ النَّاسِ،خَيْرَ اللهِ عِنْدَ كُنْ
سِ النَّا مِنَ رَجُلًا

“Jadikan diri Anda sebagai orang yang paling baik dalam pandangan Allah; jadikan diri Anda sebagai orang yang paling jahat dalam pandangan diri sendiri; dan jadikan diri Anda sebagai laki-laki sejati dalam pandangan orang banyak.” (Ali bin Abi Thalib Ra)
Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Tutur Persiapan Menuju Akhirat"

 
Template By Kunci Dunia
Back To Top